Fakultas Ilmu Budaya Gelar Seminar Nasional Bahasa dan Budaya III
Dr. Darmoko, S.S., M.Hum., saat menyampaikan materi dalam seminar
Fakultas Ilmu Budaya kembali menggelar Seminar Nasional Bahasa dan Budaya III pada hari Selasa, 25 September 2018 hingga Rabu, 26 September 2018. Kegiatan seminar ini dilangsungkan di Fakultas Ilmu Budaya Unud, dan dibuka langsung oleh Dekan FIB, Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.
Seminar SNBB III ini mengangkat tema “Revitalisasi Identitas Melalui Bahasa dan Budaya Maritim”, tema yang kini sedang banyak diperbincangkan diberbagai forum diskusi di Indonesia. Seminar ini menghadirkan seorang pembicara kunci, yaitu Dr. Darmoko, S.S., M.Hum., (Dosen Universitas Indonesia), dan pembicara utama Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum., (Rektor ISI Denpasar), serta Dr. Purwadi, M.Hum. (Dosen FIB Unud). Seminar ini menghadirkan pula 45 pemakalah pendamping yang kesemua makalah tersebut merujuk pada tema seminar.
Ketua Panitia SNBB III, Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, M.Hum., dalam laporannya mengungkapan bahwa pemilihan tema seminar kali ini berkaitan dengan usaha untuk memperkokoh identitas maritim melalui bahasa, sastra, dan budaya. Pengokohan identitas budaya maritim ini diselaraskan dengan perkembangan teknologi, komunikasi, dan informasi.
“Membangun karakter bangsa dapat dilakukan dengan menggali potensi, mengoptimalkan, serta mengalihwahanakan budaya maritim yang telah ada sejak dulu di nusantara,” ungkap Dra. Ayu Rai Wahyuni.
Seminar SNBB III merupakan kerjasama semua prodi yang ada di lingkungan FIB, yang sekaligus juga menjadi wadah disiminasi hasil-hasil penelitian dosen untuk dapat berbagi ilmu serta pengetahuan bersama.
Dr. Purwadi, M.Hum., saat menyampaikan materi dalam seminar
Identitas Maritim Nusantara
Maritim adalah bagian budaya nusantara karena merupakan identitas abgi Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai Negara Nusantara (archipelagic state). Pembahasan mengenai wilayah perairan bukan saja sebagai pembatas, tetapi juga sebagai penghubung antarpulau yang menyatukan Nusantara sekaligus sumber daya melimpah yang harus dikelola dengan baik.
Dekan FIB Unud, Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., dalam sambutannya menyampaikan bahwa budaya maritim sebagai identitas dapat menyentuh semua lini tata perilaku masyarakat dan negara untuk melahirkan teknologi, seni, bahasa, dan budaya yang unik. “Seminar kali ini diharapkan mampu mendorong lahirnya pemikiran-pemikiran kritis dan inovatif guna merevitalisasi identitas masyarakat dan bangsa,” ungkap Prof. Sutjiati.
Dekan FIB Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., menyerahkan kenang-kenangan kepada Prof. Dr. I Gde Rai Sugiartha, M.Hum. didampingi Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, M.Hum.
Revitalisasi Teks Kearifan Lokal Kemaritiman
Pemakalah pertama Dr. Darmoko menyatakan bahwa teks kemaritiman yang bersumber dari kearifan lokal memberikan andil yang cukup besar sebagai modal untuk membangun umat manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara.
“Kesadaran dan pemahaman tentang budaya lokal kemaritiman sebagai milik bangsa dapat memupuk sikap nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air. Studi ilmiah akademik memberikan ruang kepada peneliti untuk mengeksplorasi korpus data teks-teks kearifan lokal kemaritiman dari berbagai konteks (perspektif), kerangka teori maupun metodologi. Perspektif sejarah, politik, ekonomi, sosiologi, sastra, linguistik, antropologi, filologi, studi kawasan, dan lain-lain memberikan konteks bagi sebuah penelitian untuk disuguhkan bagi masyarakat luas,” ungkap Dr. Darmoko.
Permasalahan yang kini kita hadapi adalah bagaimana implementasi dan produk penelitian yang bersumber dari teks-teks kearifan lokal kemaritiman dapat memberikan dampak konstruktif bagi kehidupan umat manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Lebih lanjut Dr. Darmoko mengungkapkan bahawa untuk menangani permasalahan ini diperlukan metodologi yang komprehensif, di samping ketersediaan para pakar di bidang ilmu pengetahuan masing-masing, tata kelola (manajemen) birokrasi juga kemauan politik dari pemerintah pusat dan daerah untuk menginternalisasi nilai-nilai kearifan lokal kemaritiman yang bersifat universal kepada masyarakat sebagai penjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
Dekan FIB Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., saat memberikan sambutan pada pembukaan seminar SNBB III
Membangun Harmoni Manusia dan Alam
Pembicara kedua Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum., membawakan makalah dengan tajuk ”Seni Kelautan Membangun Harmonisasi Manusia dengan Alam”.
Sejak satu dekade terakhir ini di Indonesia muncul satu bentuk seni baru yang lazim disebut dengan seni lingkungan atau eco-Art. Seni lingkungan merupakan suatu kerja artistik yang mengajukan cara pandang, pemikiran, dan kepedulian atas berbagai bentuk dan sumber kehidupan dari planet bumi yang kita diami.
“Eco-Art ini lebih banyak menggunakan konsep seni kontemporer, seni lingkungan dipergelarkan di alam terbuka seperti sungai, sawah, hutan, dan alam laut. Karya seni lingkungan yang terinspirasi dan dipergelarkan di alam laut juga sering disebut seni kelautan,” ungkap Rektor ISI Denpasar ini.
Seni-seni kelautan selain bertutur indahnya alam laut, juga untuk menunjukkan sikap, partisipasi, dan kepedulian seniman dalam membangun harmonisasi antara manusia dengan alam laut. Hal ini sangat mendukung upaya membangkitkan identitas budaya bahari Indonesia yang menekankan kebersamaan, taat norma dan arif lingkungan.
Dekan FIB Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., menyerahkan kenang-kenangan pada pembecara tamu Dr. Darmoko didampingi oleh Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, M. Hum. selaku ketua panitia
Strategi Menghadapi Kemiskinan
Pembicara ketiga adalah Dr. Purwadi, M.Hum., mengungkapkan tentang potret kehidupan nelayan sebagai penjaga identitas kemaritiman di Nusantara. Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat nelayan, serta kerusakan lingkungan pesisir dan laut merupakan dampak dari kebijakan pembangunan yang selama ini berorientasi ke daratan.
“Sekalipun pemerintah menggulirkan kebijakan modernisasi perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, namun hasil yang dicapai belum memuaskan. Secara umum nelayan masih terperosok dalam perangkap kerentanan sosial-ekonomi berkepanjangan. Kenyataan tersebut membuat perekonomian nelayan memprihatinkan,” ungkap Dosen Prodi Antropologi FIB ini.
Salah satu studi kasus kehidupan nelayan yang diteliti oleh Dr. Purwadi adalah masyarakat nelayan di Desa Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali. Desa Kedonganan merupakan sebuah desa di wilayah pesisir yang kehidupan masyaraatnya bertumpu dari melaut. Perubahan kehidupan di wilayah Desa Kedonganan terjadi setelah wilayah tersebut menjadi bagian dari perkembangan wisata di Kabupaten Badung.
“Awalnya perkembangan di Kedonganan tanpa kendali sehingga menimbulkan banyak permasalahan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Hal tersebut ditengarai akan menimbulkan ketidakharmonisan dan mencoreng citra objek wisata Kedonganan, bahkan pariwisata budaya Bali. Dengan berjalannya waktu, kini pantai Kedonganan berubah menjadi tujuan wisata pantai dan kuliner yang menarik,” jelas Dr. Darmoko lebih jauh.
Hal ini tidak lepas dari usaha bersama masyarakat Kedonganan dengan kearifan lokalnya menciptakan strategi dalam menghadapi salah satu permasalahan hidup mereka, yaitu kemiskinan, sehingga lambat laun terjadilah peningkatan ekonomi, sosial-budaya yang signifikan.
Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, M.Hum., saat membacakan laporan ketua panitia saat pembukaan seminar SNBB III
Suasana seminar SNBB III
( I Gede Gita Purnama A.P)