Rayakan Valentine Day dengan Webinar Kewirausahaan, Mahasiswa Pertanian “Bertabur” Coklat
Mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana mempunyai cara unik dalam merayakan hari kasih sayang (Valentine Day) tahun 2022. Mahasiswa yang mengambil mata kuliah kewirausahaan menggelar webinar dengan tajuk Bintang (Bincang Tani Gemilang) dengan Topik: Tips dan Trik Bisnis Coklat.
Hadirnya dua pebisnis coklat Bali yakni IGAA Inda Trimafo Yudha (Owner POD Coklat) maupun Kadek Surya Prastya Wiguna, SE (Ketua P4S Cau Coklat Bali) dan dilengkapi materi dari Dosen Kewirausahaan Universitas Podomoro Wisnu Dewobroto menjadikan webinar yang diselenggarakan Senin (14/2) malam “bertabur” coklat dan meriah. Webinar tersebut dipandu Dosen Kewirausahaan Ni Wayan Sri Sutari, SP., MP., diikuti sekitar 170 peserta dan dihadiri Wakil Dekan III FP Unud Dr. Ir. I Wayan Diara, MS. , Kooprodi Agroekoteknologi Pertanian Dr. Ida Ayu Putri Darmawati SP., dan UPIKS FP Dr.Trisna Agung Phabiola. S.P.,M.Si, serta sejumlah dosen dari berbagai fakultas di Unud.
Inda Yudha dalam presentasinya menceritakan usaha yang dirintis dan dikelolanya sebagai bentuk partisipasi sebagai warga Kabupaten Badung mengurangi ketimpangan pembangunan di daerahnya. Dijelaskan, sebelum pandemic Covid-19 Kabupaten Badung ada kesenjangan antar wilayah yakni Badung Selatan dengan bisnis pariwisata yang berkembang baik sementara di Badung Utara sebagian besar penduduknya hidup di sektor pertanian. Semula Inda Yudha mengembangkan bisnis pariwisata berbasiskan alam di desa kelahirannya Desa Carangsari Petang berupa aktivitas rafting di Sungai Ayung dan Safari Gajah. “Tujuan saya agar perekonomian di Badung Utara dapat meningkat mengikuti setara dengan keadaan ekonomi di Badung Selatan,” tutur Anggota DPRD Kabupaten Badung tersebut.
Inda Yudha menambahkan POD Chocolate didirikan tahun 2010 dengan branding sebagai perusahaan yang berkomitmen penuh sebagai produsen coklat plantbased pertama di dunia. Produksi coklatnya menggunakan bahan-bahan komoditi lokal seperti bunga rosella, garam dari Karangasem, dan kelapa lokal. “ Perbedaan POD Chocolate dengan perusahaan negara-negara Eropa dan Barat yang terkenal menghasilkan coklat tetapi perusahaan tersebut tidak memiliki tanaman kakao di negaranya,” ujar D3 International College Hotel Management South Australia itu. Dijelaskan, selain berupaya meningkatkan nilai tambah coklat, perusahannya juga berupaya memberdayakan petani sekitarnya yang sempat putus asak arena produksi buah kakaonya dihargai rendah oleh para tengkulak. Strategi bisnis yang ditetapkan adalah membuat produk dengan kualitas terbaik, kemasan yang menarik serta konsumen yang dibidik adalah kalangan menengah ke atas. Kondisi ini menjadikan POD Chocolate mampu berproduksi hingga 15 ton perbulan dan pada masa pandemi menurun sedikit hanya 3 ton perbulan.
Senada dengan Inda Yudha, manajemen Cau Chocolates juga dibangun dengan tujuan membantu petani. Tagline: Growth Together, Help Each Other, menurut Kadek Surya, Cau Chocolates ingin membangkitkan perkebunan coklat yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun, Kondisi ini disebabkan petani tidak merawat kebun coklatnya sehingga tanaman coklat mudah terserang penyakit. Sedangkan di lain sisi, kebutuhan coklat di Indonesia terus meningkat. Terbukti, dalam lima tahun terakhir Indonesia mengimpor hingga 180.000 ton coklat. “Ini berarti peluang bisnis coklat di Indonesia terbuka lebar,” ujar Alumnus FE Unud itu memotivasi mahasiswa. Ditambahkan untuk menggairahkan produksi coklat di Bali khususnya, Cau Chocolater meningkat harga kakao di tingkat petani dan memangkas jalur ditribusi kakao (petani langsung menjual kakao ke Cau Chocolates).
Kadek Surya menjelaskan Cau Chocolates yang berdiri tahun 2014, dan berkembang baik dalam kondisi ketidak pastian ekonomi dan tahun 2019 menjadi teladan nasional. Ada tiga prinsip yang harus dipegang teguh pebisnis yakni bisnis itu harus menguntungkan, berjalan dengan sistem, dan harus punya manajemen (pengelola) yang mantap. Kadek Surya menjelaskan kesalahan dalam berbisnis yakni menunggu bisnis yang tepat, terburu nafsu, atau tidak paham aturan bisnis. “Kurangnya ilmu juga menjadi factor kegagalan bisnis, maka belajar kewirausahaan menjadi solusi tepat dalam menumbuhkan wawasan dan meningkatkan pengalaman menjadi pebisnis,” tegasnya.
Dosen Universitas Podomoro Wisnu Dewobroto menyatakan salut dengan dua pebisnis Bali yang mampu membaca peluang bisnis secara jitu. Diakuinya, bertindak untuk menjadi kendala utama orang berbisnis. Hal ini menyebabkan kendati peluang usaha dan iklim berusaha di Indonesia sangat baik namun orang Indonesia tidak memanfaatkan dengan baik karena takut gagal. “Mangatasi kegagalan tersebut ide-ide bisnis sebaiknya diadakan riset pendahuluan seperti yang dilakukan Ibu Inda Yudha, tujuannya agar ide bisnis kita tervalidasi oleh calon konsumen,” pungkasnya. Peserta webinar ini sangat antusias mengajukan berbagai pertanyaan, dan mereka yang beruntung mendapat door prise coklat atau buku kewirausahaan. (*)