ISU PEKERJA MIGRAN PEREMPUAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF GENDER
Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Udayana mengadakan seminar pada hari Rabu, 18 Mei 2022 yang bertempat di Aula FISIP, Kampus Unud Sudirman. Seminar dengan tema “Gender positionality, global migration, and national identity: lessons learned from research on Indonesian migrant workers in the UAE” membahas mengenai dominasi perempuan Indonesia sebagai pekerja migran di UAE (Arab Saudi) dan analisis kritis tentang hubungannya dengan gender dan posisionalitas gender atau marginalisasi sosial pada migrasi global dan identitas bangsa. Dr. Titiek Kartika Hendrastiti, sebagai pemateri juga merupakan Dosen Program Studi Administrasi Publik FISIP Universitas Bengkulu. Ia menyampaikan mengenai bagaimana interseksionalitas dapat terhubung dengan isu perempuan pekerja migran domestik. Interseksionalitas itu sendiri berkaitan dengan pemahaman mengenai manusia yang dibentuk oleh interaksi lokasi sosial yang berbeda misalnya ras, etnis, jenis kelamin, kelas, geografis, dan usia. Interaksi tersebut biasanya terjadi dalam konteks sistem dan struktur kekuasaan yang terhubung, seperti UU, kebijakan, pemerintah negara bagian, dan serikat politik.
Adanya dominasi perempuan sebagai pekerja migran domestik menimbulkan posisionalitas gender. Hal tersebut dikarenakan profesional migrant worker dikelola oleh Ministry of Manpower, sedangkan buruh migran berada di bawah pengurusan Immigration Department of Ministry of Home Affairs sehingga proteksi dan jangkauan pemantauan bersifat terbatas. Posisi perempuan buruh migran merupakan posisi terendah di dalam regulasi keluarga, migrasi global, sistem ketenagakerjaan, dan kontrak kerja. Perempuan buruh migran yang berasal dari negara miskin sering diwaspadai dan dimonitor secara ketat sehingga beresiko terisolasi dari keluarga, agensi (negara origin dan destinasi), serta negara. Perempuan Indonesia pekerja migran domestik di UAE membawa identitas yang dipandang secara interseksional. Identitas tersebut termasuk ras, etnis, agama, kelas sosial-ekonomi, seksualitas, budaya, bahasa, kebangsaan, status legal, dan politik yang membuat isu pekerja migran turut menjadi isu hubungan internasional. Internalisasi dari identitas pekerja domestik Indonesia pada masyarakat UAE menciptakan stereotip Indonesia sebagai bangsa pembantu.
Seminar yang dihadiri oleh mahasiswa dan rekan-rekan dosen ini membuka wawasan lebih luas terkait isu-isu gender yang banyak beredar di masyarakat Indonesia, karena ada marginalisasi isu keadilan gender dan peran perempuan dalam tata kelola migrasi global. Kemudian pengalaman, pengetahuan, hak dan aktivisme perempuan belum cukup diperhitungkan dalam konteks migrasi global itu cenderung dianggap normal karena sebagian besar tertanam dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan teoretis dan metodologis arus utama berdasarkan hubungan top-down dan pemikiran deduktif tidak dapat sepenuhnya mengungkapkan ketidaksetaraan gender dan marginalisasi sosial sehingga diperlukan pendekatan transdisiplin. Kajian interseksionalitas kemudian menjadi tren baru dan penting dalam analisis gender apabila hasil kajian tersebut dipergunakan untuk memperbaiki kebijakan. Seminar berlangsung lancar dan interaktif, serta ditutup dengan penyerahan sertifikat secara simbolis oleh perwakilan institusi, Dr. I Made Anom Wiranata, ke pemateri dan sesi foto bersama.